Minggu, 23 Oktober 2011

kayak mana sichh perempuan yang suci itu ???

Arti Kesucian Bagi Perempuan Eh, kita ngasih judul tulisan begini bukan berarti kita udah suci lho. Bukan pula udah merasa paling benar. Bukan juga mau ngeguruin sama kamu yang bisa jadi ada yang udah ngerti soal beginian, khususnya kaum akhwat. But, kita nulis begini sekadar ngingetin kamu semua. Maklumlah, namanya juga manusia. Suka terserang penyakit lupa. Jadi, saling ngingetin kan bagian dari usaha supaya nggak lupa. Betul apa bener? Nah, itulah pentingnya seorang teman or sahabat. Apalagi kita sebagai sesama muslim, kudu saling ngingetin en nasihatin tuh dalam kebenaran. Setuju kan? Kudu! :-) Sobat muda muslim, kita sedih dan prihatin banget dengan cara gaul sebagian besar teman remaja yang bebas nian. Seper¬tinya model pergaulan yang bebas itu udah jadi menu keseharian dalam hidup kita. Melanggar aturan malah dianggap wajar. Akibatnya, banyak orang yang udah nggak malu dan ragu untuk berbuat tidak normal. Kalo dulu di jaman ortu kita masih muda, jalan berdua antar lawan jenis aja para tetangga udah bercas-cis-cus ngo¬mongin kita. Coba, gimana nggak merah kuping kita. Meski banyak motif waktu ngomongin pelaku gaul bebas itu, tapi terbukti cukup efektif bikin risih bin keder yang ngelakuin. Lha, kalo sekarang? Aduh, kita sih nggak abis pikir deh kalo sekarang kok kayaknya liar banget. Udah gitu, para tetangga cuek abis, alias nggak mau peduli terhadap apa yag dilakuin tetangga lainnya. Alasannya sih klise banget, "Itu kan bukan anak or sodara gue, ngapain capek-capek mikirin? Dapet duit juga kagak!" Waduh, egois banget ya? Begitulah. Pergaulan sekarang nih, udah benar-benar melanggar ajaran agama. Utamanya kita menyoroti gaya gaulnya anak puteri. Wah, wah, udah banyak tuh yang gaulnya bikin bulu betis berdiri (bisik-bisik: bosen ah pake bulu kuduk mulu). Ketar-ketir kita dibuatnya, lho. Bener-bener udah menodai kehormatan dan kesucian dirinya. Gimana nggak, jalan bareng ama cowok bukan mahramnya ayo aja. Diajak main teman cowoknya oke aja. Dipegang, digandeng, dipeluk, ditimpukin, sampe dibanting no problemo. Waduh! (backsound: smackdown kaleee..). Gaya gaul kayak begini bisa dibilang udah nggak sehat. Emang sih, awalnya model gaul begini dicontohkan kalangan seleb. But, seka¬rang udah nyebar dan jadi identitas masya¬rakat, khususnya kalangan remaja dan mahasis¬wa. Jangan-jangan tetangga kita malah jadi pelaku aktifnya. Atau mungkin sodara dan te¬man kita sendiri (atau malah kita sendiri?) Siapa tahu kan? Abisnya, sekarang udah jadi tren. Kalangan seleb yang perilakunya gampang disimak di televisi makin menganggap biasa berbuat salah. Rasanya pedih dan perih hati ini, pas ngelihat para penyanyi dangdut wanita yang senantiasa menjual bodinya ketimbang suara¬nya. Dipelopori oleh Inul Daratista si Ratu Nge¬bor, maka di belakangnya seperti berlomba nyari sensasi. Terdaftar nama-nama penari striptease, eh, penari dangdut (bukan penyanyi, itu mah); Anisa "goyang patah-patah" Bahar, Uut Permatasari, Ira Swara, Putri Vinata, Nita Talia, Dewi Persik wa akhwatuha.. yang always kesetanan dalam bertingkah. Bebas euy! Nggak hanya di televisi, media cetak juga seperti berlomba untuk menjual erotisme binti pornografi. Sesuatu yang amat ditabukan, yang hanya boleh dilihat dan dilakukan di ruang pri¬badi, sekarang udah menjadi konsumsi umum. Siapa pun boleh menikmati dengan sesukanya. Nyang penting ada itung-itungan duit di sana. Atau tujuan lain, ngetop. Padahal sama aja, karena kalo udah ngetop en populer kan duit lagi akhirnya. Hmm. dasar kapitalis! Bo abo.. kalo udah kayak gitu, kita ngeri, risih, kesel, sekaligus kasihan sama mbak-mbak kita itu. Semua orang yang pikirannya normal pastinya nggak suka dengan gaya hidup begi¬tuan. Kalo pun kemudian ada yang diem-diem mendukung, itu juga lebih karena mereka bingung, lalu tanpa sadar menganggap kelakuan kayak begitu sebagai sebuah kewajaran. Gubrak! Lalu, apa artinya sebuah kesucian bagi seorang perempuan? Atau memang udah nggak perlu lagi predikat itu? (kasihaaan deh eluh!) Ukuran kesucian Kalo orangtua dulu sering secara khusus membahas tentang kesucian diri bagi seorang perempuan, sekarang kayaknya mulai dilupakan alias rada longgar. Jaman dulu ortu sering wanti-wanti kepada anak perempuannya untuk pandai menjaga diri. Untuk tidak bergaul sesu¬kanya dengan lawan jenis. Bahkan untuk seka¬dar olahraga berat aja para ortu suka murka, karena katanya akan mempengaruhi kepera¬wanan sebagai sebuah lambang kesucian. Nah, dengan menganggap arti sebuah kesucian bagi perempuan diukur berdasarkan ketentuan fisik seperti ini, maka para ortu sangat khawatir kalo anak perempuannya mulai gatel ngelihat cowok. Jangan-jangan, entar mereka gaul bebas. Kalo udah gitu kan repot. Sekadar gambaran, pernah ada tuh film Indonesia yang judulnya Tirai Malam Pengantin. Film jaman ba¬heula banget sih. Digambar¬kan dalam film yang dibintangi oleh Mbak Yes¬sy Gusman itu seorang ibu yang sangat khawatir begitu mengetahui selaput dara anak perem¬puannya robek pas jatuh saat main sepeda. Padahal, sebentar lagi akan menikah. Singkat cerita, tuh si ibu yang merasa ingin agar anaknya bisa mem-persembahkan arti sebuah kesucian kepada suaminya, sebelum nikah dilakukan operasi sela¬put dara. Kalo sekarang? Pikirannya gampang aja. Kalo pun 'kecelakaan' duluan, nikahin aja. Toh udah banyak para seleb ibukota mencon¬tohkan. Jadi, 'semboyannya' seperti dalam pelajaran bahasa Indonesia; 'buatlah seperti contoh!' Wasyah! Sobat muda muslim, emang sih, kalo kita ngomongin tentang kesucian sebenarnya bukan hanya ditujukan untuk kaum Hawa, kaum Adam juga perlu disorot. Cuma, karena anak laki rada sulit dibedain mana yang masih suci mana yang udah nggak suci lagi, jadinya yang sering dapet porsi lebih banyak dalam pembahasannya adalah anak perempuan. Karena anak perempuan amat mudah dilihat perubahannya. Tapi dengan cata¬tan, jika ngelihatnya adalah ukuran fisik. Tapi kalo standar kesucian diukur dari tingkah laku, anak laki dan anak perempuan bisa dengan mudah dilihat. Artinya, baik anak laki atawa anak perempuan, kalo mereka udah kece¬bur dalam pergaulan bebas, kalo gaya gaul mereka nyerempet-nyerempet dosa, kalo mere¬ka mengamalkan free thinker, ya sama-sama nggak suci secara kepribadiannya. Setuju kan? Sobat muda muslim, Islam udah menga¬tur segala bentuk perbuatan manusia. Buat anak ngaji mungkin sering denger istilah hukum syara. Nah, hukum syara, menurut istilah para pakar ushul fiqih adalah seruan (khithab) Syar'i (Allah Swt.) yang berkaitan dengan aktivitas hamba (manusia), berupa tuntutan (al-Iqtidla), penetapan (al-Wadl'i) dan pemberian pilihan (at-Takhyir). Jadi, segala aturan yang tercantum dalam sumber hukum syara (al-Quran, as-Sunnah, Ijma sahabat, dan qiyas) adalah sandaran ketika kita berbuat. Pendek kata, perbuatan kita kudu sesuai aturan yang berlaku dalam ajaran agama kita. Semua itu nggak lain, adalah untuk menjaga kita dari aktivitas yang bisa menurunkan derajat kita sebagai manusia. Itu juga bisa berarti untuk melindungi kita supaya tetap menjaga kesucian diri. Bener lho. Misalnya aja Allah menyindir manusia yang nggak mau tunduk pada aturan-Nya. Seperti dalam firman-Nya: "Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai." (QS al-A'raaf [7]: 179) Lha, kalo yang sekarang kita lihat, manusia seperti berlomba menuju neraka! Aduh, sebetulnya nggak tega menulis begini. Tapi, ter¬nyata banyak kaum muslimin yang udah berani secara terang-terangan berbuat maksiat. Jadi-nya, 'kepaksa' deh kita nyebutin begitu. :-) Coba kalo kamu pikir, gimana bisa menjaga kesucian diri kalo bergaul aja menga¬nut gaya bebas (kirain cuma dalam renang aja tuh). Betul apa betul? Terus, gimana bisa disebut terhormat, kalo dalam berbuat justru melanggar kehormatan? Berpakaian aja nggak bener. Aurat yang wajib ditutup malah diobral kepada siapa aja yang bisa melihatnya. Nggak malu dan nggak ragu lagi (mungkin karena tergoda lirik lagu tema acara Joged-nya RCTI, yang ngomporin agar jangan malu dan ragu, katanya sah-sah saja). Salah kok bangga ya? Mengembalikan kesucian Sobat muda muslim, khususnya yang puteri. Kesucian diri memang berarti luas ya. Baik lahir maupun batin. Sayangnya, di jaman yang udah jauh dari nilai-nilai Islam ini, jangankan kesucian batin (baca: kepribadian), menjaga kesucian diri yang sifatnya lahir aja udah susah. Sebab, yang kita saksikan justru mereka berlomba untuk mengobral seluruh potensi dan pesona tubuh yang dimiliknya. Nggak usah dijelasin secara detil, toh kamu juga udah sering lihat dalam kehidupan nyata; baik di lingkungan sekitar kita, maupun yang kita lihat di televisi dan yang kita baca di media cetak. Ckckckck.. kasihan banget tuh. Nah, ini memang bagian dari kerusakan moral yang udah mengglobal. Masyarakat kita sedang sakit. Kerusakan ini sebetulnya bisa dicegah dengan menjalin kerjasama di semua komponen. Mulai dari individu di keluarga dengan menanamkan ketakwaan bagi anggota keluarga, terus masyarakat yang ketat dalam mengontrol aktivitas warganya, dan juga pene¬rapan aturan dan sanksi oleh negara. Tiga kekuatan ini yang mestinya bisa digabungkan untuk mencegah kerusakan lebih jauh dalam rangka melindungi kehormatan ma¬nusia. Tapi sayangnya, tiga pilar itu mulai kero¬pos semua. Takwa individu payah, penga¬wasan masyarakat lemah, dan negara nggak bisa diharapkan lagi. Sedih deh. Kalo udah begini gaswat. Al-Quran udah menjelaskan sebab-sebab kutukan Allah kepada masyarakat Yahudi, karena nggak ada dalam aturan mereka sistem kontrol masyarakat. Kalo pun ada, tapi lemah banget. Firman-Nya: "Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesung¬guhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu." (QS al-Maaidah [5]: 79) Mari kita renungkan firman Allah Swt.: "...Jika kamu (hai kaum muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar." (TQS al-Anfaal [8]: 73) Kamu perlu tahu bahwa budaya atau peradaban adalah ditentukan mafahim (persep¬si/pandangan) tentang kehidupan. Nah, yang muncul sekarang adalah berasal dari pandangan hidup kapitalisme-sekularisme yang emang menjadikan kebebasan sebagai patokan ber¬buat. Permisif dan hedonis sekaleee. Inilah akar masalahnya. Sebab, akibat paham ini maka la¬hirlah beragam kekacauan, kesengsaraan, hi¬langnya rasa aman di tengah-tengah masyara¬kat, juga melahirkan mental yang bobrok. Sekularisme emang bikin sengsara umat manusia. Jadi, mari mengembalikan kesucian dan kehormatan umat manusia dengan meng¬gusur ideologi kapitalisme-sekularisme dari ke¬hidupan kita. Selanjutnya, terapkan Islam seba¬gai ideologi negara. Kagak pake dilama-lamain lagi. Mari berjuang sekarang juga, sobat! [] -- -- Anda bisa mengakses Studia edisi online di: http://www.dudung.net Akses via HP? Nggak masalah,ketik: http://mobile.dudung.net Untuk berlangganan edisi cetak di Jabotabek, hubungi: Muadz 0812-8638134. Yardi: 021-8704527 or 08179832434 ------=_NextPart_001_0143_01C37140.4BED62C0 Content-Type: text/html; charset=ISO-8859-1 Content-Transfer-Encoding: 7bit
Arti Kesucian Bagi Perempuan

Eh, kita ngasih judul tulisan begini bukan berarti kita udah suci lho. Bukan
pula udah merasa paling benar. Bukan juga mau ngeguruin sama kamu yang bisa
jadi ada yang udah ngerti soal beginian, khususnya kaum akhwat. But, kita
nulis begini sekadar ngingetin kamu semua. Maklumlah, namanya juga manusia. Suka
terserang penyakit lupa. Jadi, saling ngingetin kan bagian dari usaha supaya
nggak lupa. Betul apa bener? Nah, itulah pentingnya seorang teman or
sahabat. Apalagi kita sebagai sesama muslim, kudu saling ngingetin en nasihatin tuh
dalam kebenaran. Setuju kan? Kudu! :-)

Sobat muda muslim, kita sedih dan prihatin banget dengan cara gaul sebagian
besar teman remaja yang bebas nian. Seper¬tinya model pergaulan yang bebas
itu udah jadi menu keseharian dalam hidup kita. Melanggar aturan malah dianggap
wajar. Akibatnya, banyak orang yang udah nggak malu dan ragu untuk berbuat
tidak normal. Kalo dulu di jaman ortu kita masih muda, jalan berdua antar
lawan jenis aja para tetangga udah bercas-cis-cus ngo¬mongin kita. Coba, gimana
nggak merah kuping kita. Meski banyak motif waktu ngomongin pelaku gaul bebas
itu, tapi terbukti cukup efektif bikin risih bin keder yang ngelakuin.

Lha, kalo sekarang? Aduh, kita sih nggak abis pikir deh kalo sekarang kok
kayaknya liar banget. Udah gitu, para tetangga cuek abis, alias nggak mau
peduli terhadap apa yag dilakuin tetangga lainnya. Alasannya sih klise banget,
"Itu kan bukan anak or sodara gue, ngapain capek-capek mikirin? Dapet duit juga
kagak!" Waduh, egois banget ya? Begitulah.

Pergaulan sekarang nih, udah benar-benar melanggar ajaran agama. Utamanya
kita menyoroti gaya gaulnya anak puteri. Wah, wah, udah banyak tuh yang gaulnya
bikin bulu betis berdiri (bisik-bisik: bosen ah pake bulu kuduk mulu).
Ketar-ketir kita dibuatnya, lho. Bener-bener udah menodai kehormatan dan kesucian
dirinya. Gimana nggak, jalan bareng ama cowok bukan mahramnya ayo aja. Diajak
main teman cowoknya oke aja. Dipegang, digandeng, dipeluk, ditimpukin, sampe
dibanting no problemo.
Waduh! (backsound: smackdown kaleee..).

Gaya gaul kayak begini bisa dibilang udah nggak sehat. Emang sih, awalnya
model gaul begini dicontohkan kalangan seleb. But, seka¬rang udah nyebar dan
jadi identitas masya¬rakat, khususnya kalangan remaja dan mahasis¬wa.
Jangan-jangan tetangga kita malah jadi pelaku aktifnya. Atau mungkin sodara dan te-man
kita sendiri (atau malah kita sendiri?) Siapa tahu kan? Abisnya, sekarang
udah jadi tren.

Kalangan seleb yang perilakunya gampang disimak di televisi makin menganggap
biasa berbuat salah. Rasanya pedih dan perih hati ini, pas ngelihat para
penyanyi dangdut wanita yang senantiasa menjual bodinya ketimbang suara¬nya.
Dipelopori oleh Inul Daratista si Ratu Nge¬bor, maka di belakangnya seperti
berlomba nyari sensasi. Terdaftar nama-nama penari striptease, eh, penari dangdut
(bukan penyanyi, itu mah); Anisa "goyang patah-patah" Bahar, Uut
Permatasari, Ira Swara, Putri Vinata, Nita Talia, Dewi Persik wa akhwatuha.. yang always
kesetanan dalam bertingkah. Bebas euy!

Nggak hanya di televisi, media cetak juga seperti berlomba untuk menjual
erotisme binti pornografi. Sesuatu yang amat ditabukan, yang hanya boleh dilihat
dan dilakukan di ruang pri¬badi, sekarang udah menjadi konsumsi umum. Siapa
pun boleh menikmati dengan sesukanya. Nyang penting ada itung-itungan duit di
sana. Atau tujuan lain, ngetop. Padahal sama aja, karena kalo udah ngetop en
populer kan duit lagi akhirnya. Hmm. dasar kapitalis!

Bo abo.. kalo udah kayak gitu, kita ngeri, risih, kesel, sekaligus kasihan
sama mbak-mbak kita itu. Semua orang yang pikirannya normal pastinya nggak
suka dengan gaya hidup begi¬tuan. Kalo pun kemudian ada yang diem-diem
mendukung, itu juga lebih karena mereka bingung, lalu tanpa sadar menganggap kelakuan
kayak begitu sebagai sebuah kewajaran. Gubrak! Lalu, apa artinya sebuah
kesucian bagi seorang perempuan? Atau memang udah nggak perlu lagi predikat itu?
(kasihaaan deh eluh!)


Ukuran kesucian

Kalo orangtua dulu sering secara khusus membahas tentang kesucian diri bagi
seorang perempuan, sekarang kayaknya mulai dilupakan alias rada longgar.
Jaman dulu ortu sering wanti-wanti kepada anak perempuannya untuk pandai menjaga
diri. Untuk tidak bergaul sesu¬kanya dengan lawan jenis. Bahkan untuk
seka¬dar olahraga berat aja para ortu suka murka, karena katanya akan mempengaruhi
kepera¬wanan sebagai sebuah lambang kesucian.

Nah, dengan menganggap arti sebuah kesucian bagi perempuan diukur
berdasarkan ketentuan fisik seperti ini, maka para ortu sangat khawatir kalo anak
perempuannya mulai gatel ngelihat cowok. Jangan-jangan, entar mereka gaul bebas.
Kalo udah gitu kan repot.

Sekadar gambaran, pernah ada tuh film Indonesia yang judulnya Tirai Malam
Pengantin. Film jaman ba¬heula banget sih. Digambar¬kan dalam film yang
dibintangi oleh Mbak Yes¬sy Gusman itu seorang ibu yang sangat khawatir begitu
mengetahui selaput dara anak perem¬puannya robek pas jatuh saat main sepeda.
Padahal, sebentar lagi akan menikah. Singkat cerita, tuh si ibu yang merasa ingin
agar anaknya bisa mem¬persembahkan arti sebuah kesucian kepada suaminya,
sebelum nikah dilakukan operasi sela¬put dara. Kalo sekarang? Pikirannya gampang
aja. Kalo pun 'kecelakaan' duluan, nikahin aja. Toh udah banyak para seleb
ibukota mencon¬tohkan. Jadi, 'semboyannya' seperti dalam pelajaran bahasa
Indonesia; 'buatlah seperti contoh!' Wasyah!

Sobat muda muslim, emang sih, kalo kita ngomongin tentang kesucian
sebenarnya bukan hanya ditujukan untuk kaum Hawa, kaum Adam juga perlu disorot. Cuma,
karena anak laki rada sulit dibedain mana yang masih suci mana yang udah
nggak suci lagi, jadinya yang sering dapet porsi lebih banyak dalam pembahasannya
adalah anak perempuan. Karena anak perempuan amat mudah dilihat
perubahannya. Tapi dengan cata¬tan, jika ngelihatnya adalah ukuran fisik.

Tapi kalo standar kesucian diukur dari tingkah laku, anak laki dan anak
perempuan bisa dengan mudah dilihat. Artinya, baik anak laki atawa anak
perempuan, kalo mereka udah kece¬bur dalam pergaulan bebas, kalo gaya gaul mereka
nyerempet-nyerempet dosa, kalo mere¬ka mengamalkan free thinker, ya sama-sama
nggak suci secara kepribadiannya. Setuju kan?

Sobat muda muslim, Islam udah menga¬tur segala bentuk perbuatan manusia.
Buat anak ngaji mungkin sering denger istilah hukum syara. Nah, hukum syara,
menurut istilah para pakar ushul fiqih adalah seruan (khithab) Syar'i (Allah
Swt.) yang berkaitan dengan aktivitas hamba (manusia), berupa tuntutan
(al-Iqtidla), penetapan (al-Wadl'i) dan pemberian pilihan (at-Takhyir).

Jadi, segala aturan yang tercantum dalam sumber hukum syara (al-Quran,
as-Sunnah, Ijma sahabat, dan qiyas) adalah sandaran ketika kita berbuat. Pendek
kata, perbuatan kita kudu sesuai aturan yang berlaku dalam ajaran agama kita.
Semua itu nggak lain, adalah untuk menjaga kita dari aktivitas yang bisa
menurunkan derajat kita sebagai manusia. Itu juga bisa berarti untuk melindungi
kita supaya tetap menjaga kesucian diri. Bener lho.

Misalnya aja Allah menyindir manusia yang nggak mau tunduk pada aturan-Nya.
Seperti dalam firman-Nya: "Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka
Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak
dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata
(tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan
mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar
(ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat
lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai." (QS al-A'raaf [7]: 179)

Lha, kalo yang sekarang kita lihat, manusia seperti berlomba menuju neraka!
Aduh, sebetulnya nggak tega menulis begini. Tapi, ter¬nyata banyak kaum
muslimin yang udah berani secara terang-terangan berbuat maksiat. Jadi¬nya,
'kepaksa' deh kita nyebutin begitu. :-)

Coba kalo kamu pikir, gimana bisa menjaga kesucian diri kalo bergaul aja
menga¬nut gaya bebas (kirain cuma dalam renang aja tuh). Betul apa betul? Terus,
gimana bisa disebut terhormat, kalo dalam berbuat justru melanggar
kehormatan? Berpakaian aja nggak bener. Aurat yang wajib ditutup malah diobral kepada
siapa aja yang bisa melihatnya. Nggak malu dan nggak ragu lagi (mungkin
karena tergoda lirik lagu tema acara Joged-nya RCTI, yang ngomporin agar jangan
malu dan ragu, katanya sah-sah saja). Salah kok bangga ya?


Mengembalikan kesucian

Sobat muda muslim, khususnya yang puteri. Kesucian diri memang berarti luas
ya. Baik lahir maupun batin. Sayangnya, di jaman yang udah jauh dari
nilai-nilai Islam ini, jangankan kesucian batin (baca: kepribadian), menjaga kesucian
diri yang sifatnya lahir aja udah susah. Sebab, yang kita saksikan justru
mereka berlomba untuk mengobral seluruh potensi dan pesona tubuh yang
dimiliknya. Nggak usah dijelasin secara detil, toh kamu juga udah sering lihat dalam
kehidupan nyata; baik di lingkungan sekitar kita, maupun yang kita lihat di
televisi dan yang kita baca di media cetak. Ckckckck.. kasihan banget tuh.

Nah, ini memang bagian dari kerusakan moral yang udah mengglobal. Masyarakat
kita sedang sakit. Kerusakan ini sebetulnya bisa dicegah dengan menjalin
kerjasama di semua komponen. Mulai dari individu di keluarga dengan menanamkan
ketakwaan bagi anggota keluarga, terus masyarakat yang ketat dalam mengontrol
aktivitas warganya, dan juga pene¬rapan aturan dan sanksi oleh negara.

Tiga kekuatan ini yang mestinya bisa digabungkan untuk mencegah kerusakan
lebih jauh dalam rangka melindungi kehormatan ma¬nusia. Tapi sayangnya, tiga
pilar itu mulai kero¬pos semua. Takwa individu payah, penga¬wasan masyarakat
lemah, dan negara nggak bisa diharapkan lagi. Sedih deh.
Kalo udah begini gaswat. Al-Quran udah menjelaskan sebab-sebab kutukan Allah
kepada masyarakat Yahudi, karena nggak ada dalam aturan mereka sistem
kontrol masyarakat. Kalo pun ada, tapi lemah banget. Firman-Nya: "Mereka satu sama
lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesung¬guhnya
amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu." (QS al-Maaidah [5]: 79)
Mari kita renungkan firman Allah Swt.: "...Jika kamu (hai kaum muslimin)
tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi
kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar." (TQS al-Anfaal [8]: 73)

Kamu perlu tahu bahwa budaya atau peradaban adalah ditentukan mafahim
(persep¬si/pandangan) tentang kehidupan. Nah, yang muncul sekarang adalah berasal
dari pandangan hidup kapitalisme-sekularisme yang emang menjadikan kebebasan
sebagai patokan ber¬buat. Permisif dan hedonis sekaleee. Inilah akar
masalahnya. Sebab, akibat paham ini maka la¬hirlah beragam kekacauan, kesengsaraan,
hi¬langnya rasa aman di tengah-tengah masyara¬kat, juga melahirkan mental yang
bobrok.

Sekularisme emang bikin sengsara umat manusia. Jadi, mari mengembalikan
kesucian dan kehormatan umat manusia dengan meng¬gusur ideologi
kapitalisme-sekularisme dari ke¬hidupan kita. Selanjutnya, terapkan Islam seba¬gai ideologi
negara. Kagak pake dilama-lamain lagi. Mari berjuang sekarang juga, sobat! []